Nasional

Tegas! BEM Malang Raya Tolak UU TNI, Siapkan Judicial Review

Kabarjatim.id Kota Malang -Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Malang Raya menolak revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

Revisi ini dinilai membuka kembali ruang bagi militer untuk masuk ke ranah sipil dan mengancam prinsip demokrasi yang telah diperjuangkan sejak Reformasi 1998.

Beberapa pasal dalam revisi UU TNI dianggap bertentangan dengan supremasi sipil. Salah satunya adalah Pasal 7 ayat (2), yang memungkinkan TNI terlibat dalam berbagai tugas non-militer, termasuk mengamankan objek vital nasional, membantu pemerintahan daerah, hingga menangani ancaman siber.

Pasal ini dinilai terlalu luas dan multitafsir, membuka peluang bagi militer untuk masuk ke sektor sipil tanpa mekanisme kontrol yang ketat. Selain itu, Pasal 47 yang mengizinkan prajurit aktif menduduki jabatan sipil diberbagai kementerian dan lembaga negara dikhawatirkan akan mengurangi profesionalisme birokrasi sipil serta mengancam independensi institusi negara. Menanggapi pengesahan revisi UU TNI, Aliansi BEM Malang Raya tengah mengkaji langkah judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Gugatan ini diajukan sebagai bentuk perlawanan hukum terhadap aturan yang dianggap bertentangan dengan prinsip konstitusi dan demokrasi. Konsultasi dengan akademisi dan ahli hukum sedang dilakukan untuk menyusun dokumen yang akan diajukan ke MK. Sejak pengesahan revisi UU TNI, gelombang protes terjadi di berbagai daerah, termasuk di Malang Raya.

Mahasiswa dari berbagai kampus turun ke jalan menuntut agar pemerintah tidak menerapkan revisi UU ini tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap demokrasi. Demonstrasi di depan Balai Kota Malang menjadi salah satu bentuk penolakan terhadap kebijakan ini. Spanduk dan berbagai aksi simbolik digunakan untuk menyampaikan pesan bahwa militerisme dalam kehidupan sipil harus dihentikan.

Pemerintah berdalih bahwa revisi UU TNI bertujuan untuk memperkuat pertahanan negara di tengah ancaman global. Namun, tanpa adanya mekanisme kontrol yang ketat, regulasi ini tetap dianggap sebagai celah bagi militer untuk memperluas perannya di luar bidang pertahanan. Kekhawatiran muncul bahwa revisi ini dapat mengembalikan dominasi militer dalam kehidupan sipil, seperti yang terjadi di masa lalu.

Aliansi BEM Malang Raya berkomitmen untuk terus mengawal isu ini agar demokrasi tetap terjaga. Judicial review dan aksi protes akan terus dilakukan sebagai bentuk perlawanan terhadap regulasi yang dinilai mengancam hak-hak sipil.

Reformasi tidak boleh mundur, dan setiap kebijakan yang bertentangan dengan prinsip demokrasi harus dikritisi serta diperjuangkan melalui jalur hukum dan aksi massa.

Dengan meningkatnya penolakan dari berbagai elemen masyarakat, revisi UU TNI diperkirakan akan menghadapi tantangan besar dalam implementasinya. Mahkamah Konstitusi kini menjadi harapan terakhir dalam mengoreksi regulasi yang dianggap mengancam keseimbangan antara supremasi sipil dan peran militer di Indonesia. (Red/Adr).