Kabarjatim.id | Surabaya -Pengadilan Negeri Surabaya menyidangkan perkara dugaan cek kosong dengan nilai Rp 3 miliar lebih di Surabaya, Senin (30/9).
Sidang dipimpin oleh Hakim Ketua, Yoes Hartyarso, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Darwis dan terdakwa Direktur PT. Arta Guna Jaya, Happy Yuniar Rakhman.
Dalam sidang yang berjalan singkat ini, hakim memeriksa saksi Aipda Hery Apriadi dari penyidik Satreskrim Polrestabes Surabaya yang melakukan pemeriksaan dan penanganan terhadap perkara.
Hery dihadirkan lantaran ada keterangan dari saksi sebelumnya Ika Nilasari dari pegawai Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air, Pemkab Jember yang merasa tak pernah diperiksa dan memberi keterangan kepada penyidik kepolisian. Namun dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan) Ika Nilasari disebut memberi keterangan serta menanda tangani berkas BAP.
“Ada tanda tangan dan paraf,” terang Aipda Hery saat ditanya Hakim di ruang Sidang Kartika.
Hery menyatakan meminta keterangan kepada Ika Nilasari dengan datang langsung ke kantornya yang ada di Jember. “Dan didokumentasikan,” lanjutnya seraya menunjukkan bukti foto kepada Majelis Hakim, JPU dan kuasa hukum terdakwa.
Sementara itu Kuasa Hukum Happy Yuniar, Agung Kurniawan merasa tidak puas dengan keterangan yang telah diberikan penyidik. “Itu fotonya juga dari samping belakang. Tidak jelas apa itu Ika Nilasari atau bukan,” ujarnya.
Sebab itu dia melanjutkan bahwa Ika Nilasari perlu dihadirkan kembali pada sidang berikutnya dengan agenda yang sama pemeriksaan saksi. “Karena Ika dalam keterangan sebelumnya di hadapan hakim sama sekali tidak pernah diperiksa dan memberi keterangan,” tegasnya.
Perkara ini sendiri berawal dari Happy Yuniar yang membeli aspal kepada PT. Multi Bangun Indonesia yang berkantor di Kota Surabaya. Yang dibeli total 11 ribu ton senilai Rp 9,7 miliar pada tahun 2022.
Namun itu belum sepenuhnya dibayar oleh Yuniar. “Kami mengakui ada pembayaran yang kurang. Sebab itu perkara ini sebenarnya bukan masuk ranah pidana. Tapi masuk ranah perdata dan perkara perdatanya sekarang sedang berlanjut,” bebernya.
Menurut Agung pembayaran yang kurang itu nilainya sekitar Rp 1,6 miliar. “Waktu itu klien kami memberikan cek tanpa ada nominal,” lanjutnya.
Namun yang menjadi keheranan pihaknya cek kosong tersebut diisi dengan angka Rp 3,3 miliar. “Sehingga saldonya kurang. Padahal bukan segitu kekurangannya. Kami perlu meminta rincian lebih lanjut,” bebernya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa terhadap perkara ini terdapat materi yang sama dalam perkara perdata yang sudah terdakwa dalam perkara aquo ajukan gugatan sebagai Penggugat di Pengadilan Negeri Jember pada tanggal 01 September 2023 dengan Nomor Perkara 105/Pdt.G/2023/PN.Jmr dan PT. Multi Bangun Indonesia sebagai tergugat dengan materi dan permasalahan yang sama dengan materi pidana aquo.
Perkara perdatanya dalam pemeriksaan dalam tingkat kasasi dengan terdakwa sebagai pemohon kasasi yang diajukan pada tanggal 21 Mei 2024. Tujuannya untuk memperjelas mengenai adanya hak keperdataan antara terdakwa dengan pelapor dalam perkara pidana aquo.
“Tegas diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 1956, perkara pidana harus ditangguhkan terlebih dahulu apabila terdapat suatu perkara perdata yang materinya sama. Maka sudah sepantasnya pemeriksaan perkara pidana dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu,” tutupnya. (***/Red)