Pasuruan | Kabarjatim.id – Setelah pelimpahan kasus pungli program redistribusi lahan Desa Tambaksari, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Pasuruan dari Kejaksaan Negeri ke Pengadilan, kasus tersebut kini mulai masuk babak baru. Dengan penetapan beberapa tersangka.
Menyikapi persoalan tersebut, Forum Rembuk Masyarakat (FORMAT) Pasuruan mengajukan gugatan pembatalan 352 sertifikat tanah dalam program tersebut, karena dianggap banyak kejanggalan atau cacat administrasi.
Hal tersebut disampaikan Ismail Makky, Ketua FORMAT saat audensi di kantor ATR/BPN yang beralamat di jl. Pahlawan Kota Pasuruan. Sembari menyodorkan surat permohonan pembatalan 352 sertifikat.
“Bahwa penerbitan 352 sertifikat tanah secara massal oleh ATR/BPN Kabupaten Pasuruan adalah cacat hukum administrasi,” terangnya. Kamis, (10/08/2023).
Makky menambahkan bahwa permohonan sertifikat dalam program Redistribusi tersebut pemohon wajib membuat Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Sporadik) sebagaimana ketentuan lampiran III Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN.
Untuk membuktikan Pemohon adalah benar-benar Subyek Reforma Agraria sehingga berdasarkan hal tersebut, Makky melanjutkan, kami mengajukan pembatalan 352 sertifikat redistribusi.
“Karena penyusunan dokumen sporadik tanah dilakukan syarat dengan kepentingan oknum pejabat desa dan panitia. Juga banyak dugaan rekayasa serta pernyataan palsu beberapa oknum,” imbuhnya.
Ia melanjutkan, hal itu dapat dibuktikan dengan adanya beberapa orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka pungli.
“Dan kalau dari awal penyusunannya sudah salah dan melawan hukum, maka hasilnya pasti salah atau cacat hukum administrasi” jelas Makky.
Sementara itu, Sukardi, Ka. Bagian Umum ATR/BPN Kabupaten Pasuruan mengatakan bahwa surat permohonan pembatalan atas 352 sertifikat tersebut akan di sampaikan dan berkoordinasi dengan Kanwil Surabaya.
Sukardi menambahkan, terkait dengan dugaan cacat administrasi dalam penerbitan sertifikat program redistribusi, kami akan segera melakukan evaluasi terkait dokumen-dokumennya khusunya sporadik, karena penyusunan dokumen tersebut merupakan kewenangan pada tingkat desa bukan ATR/BPN.
“Kami juga berharap masyarakat dan aktivis untuk memberikan informasi dan data jika ditemukan adanya sertifikat yang dokumen sporadiknya bermasalah, karena sertifikat program redistribusi lahan ini tidak diwajibkan pihak ATR/BPN untuk melakukan publikasi siapa-siapa yang menerima sertifikat redistribusi,” pungkasnya.(hil/tim/red)